Kamis, 23 November 2017

RED LOVE IN RED ISLAND

Sudah pukul empat sore lebih ketika mobil kami memasuki halaman homestay yang sudah kami pesan sebelumnya. Panjul Homestay namanya. Seorang perempuan muda berparas cantik dan berkulit kuning bersih menyambut kami di undakan teras dengan senyum lebar.
"Selamat datang, "sapanya ramah dan menyalami kami satu persatu sambil membantu mengeluarkan koper dan tas-tas kami dari dalam mobil. Ia mengenalkan diri sebagai Pipin, pemilik homestay Panjul.
"Kok sore sekali baru nyampe?" tanya mba Pipin.
"Iya mbak. Mampir-mampir mulu sepanjang jalan," sahut adik iparku.
Mbak Pipin memimpin kami masuk ke dalam homestay dan menunjukkan kamar-kamar yang akan kami tempati untuk menginap nanti malam. Aku menyerahkan sepenuhnya urusan pembagian kamar kepada adik iparku dan sibuk memotret serta mengamati suasana sekitar homestay.
Sesuai keterangan di iklannya, Panjul Homestay berada hampir nyaris di depan pintu masuk area wisata Pantai Pulo Merah. Hanya berjarak sekitar 20 meter. Disebelah kanan kirinya terdapat homestay lainnya. Yang sebelah kanan bernama Rina Homestay dan yang sebelah kiri aku lupa namanya. Tapi belakangan kuketahui rumah di sebelah kiri itu dijadikan mess karyawan perusahaan pertambangan emas yang beroperasi di bukit yang terletak di belakang Pulo Merah.
Gerbang Masuk area wisata Pantai Pulau Merah
picture : by myself
Didepan Panjul Homestay tepatnya di seberang jalan terdapat minimarket bernama AA Mart. Sepasang bule cowok dan cewek keluar dari dalam AA Mart, masing-masing menggenggam kaleng sprite sambil menyesapnya dan berbincang.
"Kita ke pantai sekarang. Ntar gak kebagian sunset," adik iparku tiba-tiba muncul dari dalam homestay dan menyeru kami untuk bergegas ke pantai.
"Tas dan koper udah pada masuk kamar ta?" timpal suaminya-adik laki-lakiku-dari samping rumah sehabis memarkir mobil di garasi homestay yang berada di halaman belakang.
"Alah. .itu belakangan aja. Yang penting kunci kamar udah di aku semua. Ayo buruan." Ia menghalau para keponakannya -ketiga anakku- untuk cepat cepat beranjak ke pantai diiringi oleh adikku di sampingnya. Aku mengekor di belakangnya untuk mengimbangi langkah ibuku sambil sesekali berswafoto.
Tidak sampai lima menit kaki-kaki kami sudah menjejak pasir putih pantai Pulo Merah. Pemandangan pertama yang menyambut kami adalah lukisan jingga dilangit yang seolah menyatu dengan laut, ditingkahi gumpalan-gumpalan awan putih yang cantik. Di tepi lukisan itu menjulang sebuah bukit yang dinamai Pulo Merah tetapi terlihat menghitam dari kejauhan. Seleret cahaya kuning milik sang surya menyembul dari balik awan seolah sedang mengucapkan perpisahan kepada siang untuk naik ke peraduan. Sungguh sebuah mahakarya yang luar biasa.
Jingga yang mempesona
picture : by myself



Pulau Merah yang menghitam dari kejauhan
picture : by myself
 Pantainya membentang luas, bersih dan pasir putihnya terasa lembut masuk di sela-sela jari kakiku yang telanjang. Angin senja yang basah menampar wajah kami. Dari kejauhan ombak bergulung-gulung menuju pantai kemudian pecah menjadi buih-buih kecil setelah menghantam pantai dan menyeret pasirnya ke laut. Sekelompok wisatawan asing yang sedang berselancar di sisi sebelah barat pantai dengan sabar menanti gulungan ombak berikutnya datang agar bisa menungganginya.
Kedua anak lelakiku segera saja sibuk mengabadikan apa saja yang bisa ditangkap oleh layar kamera hp mereka, sementara adiknya -anak perempuanku- bergaya sebagai modelnya. Sambil sesekali menggoda kedua kakak kembarnya dengan mendorong mereka menuju ombak yang melaju ke pantai.
Keadaan pantai sore itu tidak terlalu rame. Mungkin karena hari itu adalah hari Jumat dan bukan musim libur anak sekolah. Hanya tampak serombongan wisatawan lokal yang sibuk bergaya mengabadikan momen senja dan beberapa pasang muda-mudi yang bergandengan tangan menyusuri pantai. Aku duduk di pasir berdampingan dengan ibuku, adikku dan istrinya serta suami istri teman adikku yang tadi telah berbaik hati mengantarkan kami ke sini. Kami bercakap sambil membiarkan celana kami basah dibelai ombak yang menjangkau pantai. Sungguh, sebuah senja yang sempurna.
Menjelang maghrib kami meninggalkan eksotisme senja ini. Para wisatawan lain dan para peselancar juga berbondong meninggalkan pantai yang kian meremang dalam pelukan petang.
"Ntar malam cari makan di sini ya, " usul adikku ketika kami melewati deretan warung makanan sebelum keluar gerbang wisata. Dari banner yang dipasang beragam masakan yang dijual. Aneka penyetan, chinese food, bakso dan lain sebagainya.
"Boleh, " sahutku.
"Aku pengen baksonya aja, " timpal adik iparku yang memang seorang penggemar bakso garis keras.
"Habis isya aja nanti kalau mau keluar lagi cari makan, " usulku dan yang lainnya setuju.
Kami bergegas kembal ke homestay untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
Tas dan koper kami masih teronggok diruang tamu homestay saat kami kembali. Adik iparku segera membagikan kunci kamar dan menunjukkan kamar masing-masing. Aku, ibuku dan anak perempuanku mendapatkan kamar dengan tempat tidur yang paling besar di sebelah ruang tamu. Plus satu extra bed, karena kami bertiga. Si kembar menempati kamar di belakang ruang tamu, adikku dan istrinya di kamar sebelahnya lagi. Semua memiliki kamar mandi dalam kecuali kamar si kembar. Mereka akhirnya memilih untuk mandi di kamarku daripada menggunakan kamar mandi homestay yang terletak di sebelah dapur.
Kamarnya secara umum bersih dan rapi dilengkapi dengan AC, meja rias, cermin dan flat tv 21 inch. Tapi sayangnya kabel colokan untuk tv putus sehingga tv nya tidak bisa difungsikan. Berhubung kami hanya menginap satu malam dan tidak berniat menghabiskan waktu hanya di dalam kamar saja aku mengabaikan kondisi ini. Kamar mandinya kecil, khas hotel/penginapan yang padat dan efisien. Dilengkapi dengan toilet duduk, shower (normal water only), gantungan handuk dan centelan baju serta ember kecil penampung air. Ketika aku membuka dan menutup kembali pintu kamar mandi baru ketahuan kalau handlenya rusak dan tidak bisa dikunci. Tetapi masih bisa ditutup rapat dan aku kembali membiarkan kondisi ini mengingat letak kamar mandinya di dalam. Yang penting kamar mandinya bersih dan memang bersih.

Panjul Homestay tampak dari depan
picture : by Panjul Homestay


suasana ruang tamu dan kamar di Panjul Homestay
picture : by Panjul Homestay

Seperti yang sebelumnya direncanakan, selepas isya kami keluar mencari makan. Tapi hanya berempat dari kami yang pergi karena si kembar merasa masih kenyang dan memilih untuk berdiam di kamar sambil main gadget. Sementara ibuku mengeluh capek dan pusing jadi beliau minta dibungkuskan saja supaya bisa tidur.
Kami langsung menuju tempat deretan warung yang kami lewati sore tadi dan langsung menuai kekecewaan. Ternyata selepas maghrib warung-warung tersebut berhenti beroperasi. Termasuk rombong bakso yang tadi diincar adik iparku juga telah pergi meninggalkan lokasi membuatnya patah hati. Ada satu warung yang masih buka dan penuh dengan pelanggan bule yang kelihatannya sedang berpesta, tetapi adikku menolak masuk meskipun aku melihat masih ada beberapa bangku yang cukup untuk kami berempat. Kamipun keluar dari area wisata dan berjalan menuju arah sebaliknya berharap ada warung makanan lainnya, tapi hasilnya sama saja. Tidak mau berspekulasi dengan berjalan lebih jauh lagi akhirnya kami memutuskan membeli mie cup di AA mart dan beberapa cup kopi instan serta milo untuk anak perempuanku. Aku terpaksa membelikan ibuku mie cup juga karena tidak ada pilihan lain dan menyantapnya bersama-sama di bangku teras Panjul Homestay. Sementara dari balik kegelapan yang semakin memekat terdengar deburan ombak di pantai yang sesekali gemuruhnya terasa mengerikan. Kami berbincang di teras homestay hingga mata kami memaksa untuk segera naik peraduan.
*    *    *
Esok harinya, ibuku membangunkanku saat subuh. Ketika membuka mata kulihat beliau telah segar habis mandi dan tentu saja sudah sholat subuh. Kebiasaan baik yang susah menurun padaku, hiks.
"Cepetan sholat. Ibu mau jalan-jalan dulu di luar, " ucap beliau sambil menarik selimutku.
"Berani sendirian bu? Masih gelap lo,"jawabku sambil menguap mengusir kantuk.
"Apa juga yang harus ditakuti. Sudah sana sholat. Bangunin juga anakmu. "
Beliau lantas pergi menunaikan maksudnya dan aku bergegas untuk ambil air wudhu.
Butuh ekstra usaha untuk membuat anak-anak bangun di pagi hari. Setelah beberapa adegan tarik selimut dan tepukan di bokong serta beberapa gedoran pintu untuk si kembar barulah mereka bisa meninggalkan buaian mimpinya. Sambil menunggu anak-anak selesai sholat dan bersiap aku duduk-duduk di teras homestay. Adikku dan istrinya telah mengikuti jejak ibuku, berjalan-jalan entah kemana.
Udara pagi yang segar terhirup olehku. Suasana di luar homestay masih lengang dan gelap. Ombak pantai yang berdebur-debur terdengar jelas dari tempatku berada. Aku menyempatkan mengabadikan keremangan fajar itu dengan kembali memotret obyek yang sama dengan yang kupotret kemarin sore. Serombongan orang berseragam dengan safety vest berwarna kuning terang, mengenakan helm proyek, bersepatu boot dan bercelana jeans melintas didepanku. Ada seorang wanita di antara mereka. Sesaat kupikir mereka adalah life guard meskipun aku merasa agak janggal dengan atribut yang dikenakan. Namun kemudian sapaan seseorang dari halaman rumah sebelah homestay menjawab keherananku.
"Lagi liburan neng?" tanyanya sambil memanaskan mesin mobil. Jenis mobil offroad dengan bak terbuka di belakangnya. Bapak tersebut berpakaian sama dengan rombongan yang baru melintas tadi.
"Ya pak," jawabku mengiyakan. Lalu tanyaku, "Bapak life guard ya?"
Beliau menjawab dengan tawa. Begitu juga dengan teman di sebelahnya yang sedang menaikkan beberapa barang ke atas bak belakang mobil.
"Bukan neng. Kami pekerja tambang," jawabnya kemudian lalu menyebutkan nama sebuah perusahaan penambang emas.
Kami bercakap-cakap sebentar seputar pekerjaannya dan sebagai bonusnya aku memotret bapak tersebut tanpa terpikir untuk bertanya namanya #lol, bener-bener nggak kepikiran.
Anak perempuanku muncul dengan menggunakan hoodi dan memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua tangan.
"Mana kakakmu? " tanyaku.
"Tauk," jawabnya acuh.
Bergegas aku kembali ke kamar mereka hanya untuk menemukan kenyataan yang mengecewakan. Dua brondong yang baru kumisan itu menekuk lututnya masing-masing dan berbagi selimut untuk melanjutkan mimpinya. OMG.. kita ini piknik sodara, bukan pindah tidur. Setelah berdebat agak lama yang dibumbui dengan ancaman dan pemaksaan akupun menyerah dan meninggalkan mereka.
"Ntar aku nyusul," teriak salah satu dari mereka dari balik selimut. Whatever, sungutku kesal sambil menarik tangan anak petempuanku menuju pantai.
Tetapi kekesalanku seketika hilang begitu kami kembali menjejakkan kaki di pantai. Ya Allah, ini surga. Bentangan pasir putihnya yang luas dan panjang membuatku tak sabar untuk segera melepas alas kaki dan berlqri di hamparannya. Ombak bergulung-gulung ditengah laut dan hanya menyisakan gelombang yang tak seberapa ketika menyapu pantai. Angin yang berhembus kencang menebalkan hawa segar di pagi hari. Dan di atas kami langit pagi yang putih bersih menjelma seperti shower raksasa ketika semburat mentari mulai bermunculan dari balik awan mengguyur kami yang di bumi dengan kehangatan. It"s so beautiful scene.
Pagi yang damai
picture :by my self
Pagi yang damai
picture : by myself
Menapak jejak
picture : by myself
Pulau Merah yang menghijau di pagi hari
picture : by myself


Dari kejauhan kulihat ibu dan adikku beserta istrinya melambai-lambaikan tangan ke arah kami. Karena masih sangat pagi -sekitar jam setengah enam- pantai masih sepi. Keadaan itu seolah menjadikannya sebagai pantai pribadi. Tetapi beberapa peselancar ada juga yang sudah memulai petualangannya menantang ombak. Dari balik rimbunan bakau terlihat beberapa backpacker yang berkemas menggulung tenda. Aku menggoda anakku dengan menariknya mendekat ombak yang datang membuatnya menjerit-jerit kecentilan dan celana serta baju kami basah tak terelakkan.

Berlima kami menyusuri pantai, merasakan lembutnya pasir putih dan tepukan sisa ombak yang menjangkau kaki kami. Bukit Pulo Merah yang kemarin sore tampak menghitam dari kejauhan kini tampak berdiri kokoh dan hijau di hadapan kami. Disebut sebagai pulau merah karena pasir dan kerikil yang terhampar di pantainya berwarna kemerah-merahan sehingga ketika tersorot cahaya warna merah akan terpantul dan menyelimuti bukitnya. Tetapi kami tidak bisa menjumpai fenomena tersebut pagi ini. Mungkin karena bukitnya sudah ditumbuhi oleh pepohonan sehingga pantulan warna merahnya kalah oleh hijaunya dedaunan. Karena keberadaannya pula, perairan di sisi depan pulai merah tenang tidak berombak. Airnya sangat jernih dan dalamnya hampir sedada orang dewasa. Tanpa berpikir panjang aku menceburkan diri kedalamnya. Adik iparku berteriak-teriak khawatir aku menginjak landak laut atau hewan laut lainnya yang beracun. Tapi siapa sih yang bisa menolak hidangan yang menggiurkan seperti ini? Akhirnya hanya aku dan anakku yang menikmati kolam renang raksasa ciptaan Tuhan ini.
Puas bermain air di pantai dengan anakku, aku menuju ke tempat ibuku yang telah menyewa tempat duduk berpayung. Per jam harga sewanya dua puluh ribu. Tetapi kalau langsung tiga jam dihargai lima puluh ribu.
Dihadapan beliau telah terhidang es degan dan beberapa kudapan.
"Pagi-pagi minum es bu? Tahan?" tanyaku sembari menghenyakkan pantat diruang kosong sebelahnya.
"Nggak pakai es. Ibu minta yang biasa. "
"Huda mana?"
"Jalan kesana sama istrinya. Ibu nggak ikut, capek. "
Dikejauhan kulihat adikku menggandeng tangan istrinya menyusuri pantai.
Dua orang ibu-ibu menyapa kami.
"Buah naganya bu, mbak. Buat oleh-oleh, " kata salah satu dari mereka sambil menyodorkan irisan buah naga kepada kami. Kuambil sepotong dan kumakan. Hmm, manis dan segar.
"Berapa?"
"Tiga kilo sepuluh ribu, " jawab salah satu ibu sambil menujukkan kantong plastik berisi buah naga sekitar tujuh sampai delapan biji.
"Beneran?" tanyaku tak percaya. Di surabaya perkilo dihargai dua puluh sampai tiga puluh ribu.
Akhirnya kami membeli lima kantong plastik dan minta agar diantarkan ke homestay.
Menjelang jam sembilan sikembar muncul. Keduanya datang dengan mengantongi tangan masing-masing ke dalam sweater.
"Ma, lapar," ucap salah satu dari mereka sambil nyengir. Seorang lagi tanpa berkata apa-apa langsung merebahkan diri disalah satu kursi pantai dan tidur. OMG, ingin sekali kujitak kepala mereka berdua.
Ketika hari semakin beranjak siang pantai mulai ramai. Beberapa bus pariwisata dan kendaraan pribadi mulai memenuhi parkiran. Kamipun meninggalkan pantai untuk ganti memberikan kesempatan kepada mereka menikmati keindahan pantai Pulo Merah dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke tempat berikutnya.
Pantai Pulo Merah meninggalkan kesan yang mendalam bagiku seperti merahnya hatiku yang jatuh cinta pada pandangan pertama terpikat oleh keindahannya.

Saran Pribadi :

  1. Akan lebih menyenangkan bila berkunjung ke sana tidak bertepatan dengan musim liburan, supaya bisa menikmati dan mengeksplore keindahan pantai sepuas-puasnya.
  2. Jika berniat menginap lebih baik mencari hotel/penginapan/homestay yang dekat pantai. Supaya waktu tidak habis di jalan. Karena suasana terindah dan tersyahdu di pantai itu saat pagi dan sore. Dan jika menginap di dekat pantai usahakan menyimpan bekal makan untuk makan malam karena selepas maghrib mayoritas warung makanan akan tutup.
  3. Harga homestay berkisar antara 200 s/d 300 ribu/malam/ kamar atau kalau mau sewa satu rumah antara Rp. 1,3 juta s/d 1,5 jt per malam dan bisa diisi 15 s/d 20 orang. Cocok untuk yang ingin liburan dengan rombongan besar.

Bagi yang berminat menginap di Panjul Homestay bisa menghubungi Mbak Pipin di no 085234179677.

Minggu, 19 November 2017

WRITING IS HEALING

sumber gambar : internet
Percakapan yang sedianya dimaksudkan untuk mengklarifikasi sebuah permasalahan dan mencari pemahaman bersama berujung menjadi kegaduhan yang tak terelakkan. Pasangan suami istri yang sudah tahunan mengarungi bahtera rumah tangga bersama itu saling meninggikan suara. Bentakan dan sanggahan bersahutan di dalam ruang tamu mereka yang sederhana. Endingnya, sebuah vas bunga dari porselen melayang ke udara dan menghantam dinding sebelum akhirnya jatuh berkeping di lantai. Sang istri menangis tersedu di sudut ruang tamu dan sang suami berlalu meninggalkan rumah dengan kemarahan yang belum reda. Sementara itu dari balik pintu kamar tersembul kepala-kepala mungil dengan sorot mata ketakutan menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya.

Beberapa tahun silam saat negara api menyerang, aku pernah berada dalam drama yang nyaris sama dengan situasi tersebut. Bedanya bukan vas bunga yang melayang tapi hp yang harus dikorbankan #lhaaaa... malah tambah tombok akeh, pekok og ancene aku biyen. Begitulah, negara api menyerang dan menghancurkan semuanya membuatku harus mengakhiri segalanya. Tragedi itu meninggalkan luka dan trauma buat kami semua.


Masa-masa setelah itu bisa dikatakan menjadi masa tersuram dalam hidupku. Aku seolah berada dalam ruang tanpa udara dan cahaya sementara sekelompok dementor melayang-layang di atasku menghisap habis kebahagiaanku. Celakanya sebagai seorang mugle aku tak bisa menciptakan patronus untuk mengusir dementor, kecuali si kembar Weasly atau Cedric Digorry datang menolongku #ngawuuur I
Intinya aku berada dalam titik nol dalam hidupku. Depresi berlarut-larut dan menjalani hidup hanya karena masih bernapas saja. Untunglah aku orangnya takut mati sehingga bisa melawan hasrat untuk bunuh diri. Kalau kehilangan selera makan termasuk perbuatan menyakiti diri sendiri maka itulah yang kulakukan. Waktu itu bulan ramadhan. Dan sebulan penuh aku hampir tidak pernah makan sahur maupun berbuka dengan layak. Paling pas buka minum segelas air terus nyomot kue satu, sudah. Begitu juga saat sahur, bahkan sering nggak makan sama sekali. Tubuhku yang sudah kurus menjadi semakin kurus. Tapi anehnya dan alhamdulillah aku tidak menjadi sakit karena hal itu.

Ironisnya aku ini orangnya introvert dan pemalu #uhuks. Aku tidak terbiasa dan tidak nyaman menceritakan masalahku kepada orang lain. Bahkan kepada keluarga sendiri. Aku selalu cenderung menyimpannya untuk diri sendiri. Sikap seperti ini tentu sangat berbahaya secara kesehatan mental. Depresi yang berkepanjangan dan tidak segera diatasi akan terakumulasi menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Dan puncaknya adalah tindakan yang bisa menyakiti diri sendiri dan orang lain bahkan bunuh diri. Naudzubilahimindzalik. ..

Aku harus selalu bersyukur masih dikaruniai sedikit kewarasan untuk bisa memaksa diri sendiri keluar dari tekanan batin itu. Suatu malam aku mengambil kertas hvs dan mulai menulis dalam huruf kapital menggunakan board marker. Kalimat pertama yang kutulis adalah "RASA SAKIT INI BAGAIKAN GATAL DI PUNGGUNG YANG TAK BISA KUGARUK" #ayobayangin, kesel kan kalau gatal terus nggak bisa nggaruk. Aku berusaha mendeskripsikan apa yang sedang ku rasakan dan yang ingin kulakukan.Kemudian setelahnya, berlembar-lembar kertas hvs bertebaran di lantai penuh berisi tulisan. Aku memaki, mengumpat, misuh, meratap, mengutuk dan sebagainya dan sebagainya. Setiap goresan board marker yang aku tekankan di kertas hvs itu berisi endapan emosi dan perasaan yang aku pendam selama ini. Selain menulis berlembar-lembar sumpah serapah, aku juga menangis #kudu no wong aku gembeng. Berjam-jam aku melakukan hal itu. Menulis dan menangis. That night, I was trying to cure my self. And thank God it worked. Beban itu sedikit demi sedikit terangkat. Aku tak butuh patronus apalagi Cedric Digory untuk membuat dementor pergi. Aku hanya perlu jujur kepada diriku sendiri dan menuliskannya. Aku memilih untuk membuat diriku bahagia.

Dalam sebuah bahasan psikologi (aku lupa membacanya di mana) bahwa sebagian besar orang yang sedang memiliki masalah sebenarnya tahu dengan persis solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Yang sebenarnya dibutuhkan adalah media untuk bisa membantu melepaskan emosi/depresinya. Makanya seseorang yang sedang bermasalah cenderung membutuhkan teman untuk curhat. Bukan untuk meminta solusi tetapi lebih kepada membutuhkan orang yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Psikiater adalah media profesional yang bisa dipilih. Dan menulis adalah bentuk pilihan lainnya.


Curhat kepada diri sendiri melalui tulisan itu berlanjut hingga kini. Aku tidak memiliki buku khusus semacam diary untuk menampung keluh kesahku sendiri. Aku masih sering menulis di lembar kertas hvs yang kadang kusimpan untuk beberapa lama dan kemudian kubuang. Kalau di hp aku menggunakan aplikasi evernote sebagai penampung luapan emosiku. Tapi ya gitu, jarang yang kusimpan secara permanen kecuali yang sifatnya umum dan bisa dikonsumsi orang banyak. Seringnya ketika iseng-iseng membacanya lagi aku merasa malu dan muneg-muneg #nggilani, wkwkwkwk.Yang penting bagiku adalah bagaimana mengeluarkan emosi itu. Dengan curhat kepada diri sendiri aku tidak perlu jaim. Aku bisa jujur, sejujur-jujurnya dan sebenarnya itulah pointnya.

ps. 
Beberapa hari ini aku membaca di temlen beberapa peristiwa yang mengisahkan seorang ibu, nenek atau orang-orang terdekat lainnya yang tega melakukan penganiayaan kepada anaknya,cucunya atau kerabatnya yang masih anak-anak. Pertanyaannya, kok bisa? Kok tega mereka melakukan tindakan tersebut. Dari beragam pendapat yang muncul kondisi kejiwaan pelaku dianggap sebagai pemicu utama, dimana mungkin sebelumnya para pelaku tersebut memiliki trauma dan luka yang belum tersembuhkan sehingga tindakan penganiayaan tersebut terjadi sebagai bentuk pelampiasan.Entah benar atau tidak, dengan alasan apapun tentunya tindakan penganiayaan tersebut tidak bisa dibenarkan.Topik ini mengingatkan diriku -orang yang merasa pernah memiliki trauma dan luka dan berada pada titik terendah dalam hidup- untuk selalu berucap syukur alhamdulillah bisa terlepas dari jeratan depresi.





Selasa, 31 Oktober 2017

MY FRIEND FLOENZO

Dulu, ada masa saat aku begitu keranjingan dengan yang namanya chat online. Masa-masa saat masih kemaruk sama skype, ym, msn. Dan ngobrolnyapun milih sama yang produk impor. Sok bangetlah pokoknya. Berbekal kosakata yes and no doang stok pede naik lima ratus persen. Padahal seringnya sih beraninya cuman chat message. Kalau diajakin video chat ada aja alasan buat nolak. Yang koneksinya lemot lah, kamera lagi rusak lah dan sebagainya dan sebagainya. Padahal sih cuma buat ngumpetin kegagapan berbahasa saja. Kan nggak lucu ngobrol sambil pegang kamus hehehe... tapi kalau cuma chat message kan nggak bakalan kelihatan.
Dari aktifitas yang suka ngabisin kuota itu aku punya teman chatting yang cukup unik. Nama onlinenya Floenzo, ngakunya sih dari Italia. Berhubung sama-sama dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa inggris aku cukup pede untuk video chat beberapa kali dengan dia. Dan terbukti, do'i juga nggak pinter-pinter amat inggrisnya. Bagusan aku malah #tepukdada.
Floenzo ini berprofesi sebagai model lukisan telanjang. Iya, bener. Dia seorang nudis art yang kalau pas dapat job gitu harus berpose dalam posisi/gaya yang sama selama 6-8 jam dengan waktu istirahat tiap 2 jam. Dan telanjang. Bayangin coba, harus nungging atau apalah gitu selama 8 jam. Kesemutan sudah pasti dan bonus masuk angin juga. Dia sering mengeluh dengan pekerjaannya yang cukup melelahkan secara fisik tapi toh tetap dijalani juga karena katanya sepadan dengan hasilnya. Dengan bekerja tiga sampai empat kali seminggu ia bisa menghidupi dirinya sendiri dengan cukup layak dan cukup punya waktu luang untuk berjalan-jalan.
Yang aku salut dari Floenzo, dengan profesinya yang (mungkin) menurut sebagian besar orang (termasuk aku) memiliki stigma yang tidak pantas (apalagi di Indonesia mungkin malah dianggap sebagai bentuk lain dari prostitusi), dia seorang gentleman. Dia memperlakukan aku dengan sopan dan penuh hormat dalam setiap obrolan kami baik melalui video chat maupun message chat. Tidak ada kata-katanya yang kurangajar. Aku yakin sebagian besar dari kalian ketika membaca kalau profesinya adalah seorang nudis art pasti berpikir (meskipun sekilas) dia seorang yang mesum dan komunikasi kami pasti berorientasi sex. Aku awalnya beranggapan seperti itu juga tapi ternyata anggapanku salah.
Saat pertama kali video chat dia meminta ijin dengan sopan apakah aku bersedia melakukannya. Ketika aku memberitahu kalau aku muslim dan berhijab dia semakin berhati-hati dengan sikapnya. Dia meminta maaf ketika secara tidak sengaja terlihat bertelanjang dada saat tiba-tiba saja video chat kami tersambung dan segera menutup laptopnya untuk bergegas mengenakan kaos.
Bagi Floenzo (dan budaya di negaranya memang menerima) bahwa nudis art adalah pekerjaan profesional dan baik. Dia pernah bertanya tentang pendapatku mengenai pekerjaannya dan dengan jujur kukatakan kalau secara pribadi dan didukung dengan agama yang kuanut serta budaya yang berkembang di negaraku, aku tidak bisa menerima nudis art sebagai pekerjaan. Lalu dia kembali bertanya kalau begitu apakah kami masih bisa berteman. Tentu saja, jawabku asal dia tidak telanjang di depanku. Dan kamipun tertawa.
Berteman dengan Floenzo membuatku menyadari arti pepatah "Don't judge the book by it's cover". Kita memang tidak seharusnya dengan gegabah membuat kesimpulan atas sesuatu tanpa mempelajari/mengenalnya terlebih dahulu. Ojo grusa-grusu jare simbah biyen.
Entah bagaimana kini kabar Floenzo karena aku sudah lama insyaf dari chit chat online.



sumber gambar : internet

Sabtu, 28 Oktober 2017

DESTINATION

Ika Natassa dalam bukunya CRITICAL ELEVEN mendeskripsikan tokoh utamanya sebagai orang yang menjadikan bandara sebagai tempat favorit karena "Airport is the least aimless place in the world. Everything about the airport is destination. Semua yang ada di bandara harus punya tujuan dan memang punya tujuan. Bahkan tujuan itu tercantum jelas di secarik kertas. Boarding Pass. “Boarding pass is my mission statement in life"
For some reason I feel the same way. Menjadi seorang single mom terkadang memunculkan kekhawatiran-kekhawatiran yang berlebihan dalam diriku. Sebagian besar adalah tentang the guilty feeling karena merasa tak bisa menghadirkan gambaran yang utuh tentang sebuah keluarga kepada anak-anak. Mencoba berperan sebagai ibu sekaligus ayah tentu tak sama rasanya dengan hanya menjadi ibu atau hanya menjadi ayah. Aku sering dihantui pertanyaan-pertanyaan yang aku sendiri takut akan jawabannya. The future is mysteri and sometime it becomes scary mysteri for me.
Memegang boarding pass dan mengetahui dengan pasti tempat yang akan kutuju mendatangkan semacam perasaan "yeah, inilah tujuan (hidup)ku". Sensasi itu untuk sejenak membuatku menjadi orang yang visioner, percaya diri, berani dan berkharisma #ih, yang muncul dalam kepalaku lha kok Miranda Priestly (Meryl Streep) di The Devil Wears Prada. Sadis dunk..
sumber gambar : internet
Sebagai orang yang visioner akan mudah bagiku memberikan masukan dan pertimbangan yang logis, rasional dan berorientasi masa depan kepada anakku yang sedang galau antara memilih desain produk atau desain interior.
Sebagai orang yang percaya diri dan berani tantangan kehidupan haruslah dihadapi bukan ditakuti. Life is risking. No pain no gain. Apalagi kalau kelasnya hanya pasang galon, benerin kran kamar mandi sama ngecet tembok. Gempiil.. . Ada yang mau nantangin ke KUA?? Siapa takuut... #cieee.
Ya, semacam itulah. Sesuatu yang remeh tapi memberi sugesti yang besar. Especially for me. Makanya terkadang setelah aku kembali dari sebuah perjalanan, untuk beberapa lama aku nongkrong aja di bandara sambil bengong lihat orang lalu lalang dan mengabaikan tawaran para supir taxi yang berebut mengantarku pulang. Aku hanya ingin memerangkap "rasa itu" lebih lama lagi di dalam otakku, berharap sugestinya bisa menguatkanku menghadapi hidup yang tanpa kepastian. #tsaaah. ...

Bandara Gorontalo

😎

Selasa, 16 Mei 2017

AKU KANGEN KAMU

Aku kangen kamu
Pada legit kulitmu
Yang mewakili cita rasa eksotisme
Yang hanya bisa kuraba dengan rasa dari balik bingkai kaca
Yang hangatnya menyelimuti kalbu hingga ke dasarnya
Dan menumbangkan akal sehatku
Menengggelamkanku pada pusaran romansa tanpa logika

Aku kangen kamu
Pada alis sinchanmu
Yang dilukis Tuhan dengan indahnya di atas kelopak matamu
Yang membuatku menyeru Tuhan tak adil karena cemburu
Yang sangat ingin kususuri dengan ujung jemariku
Sekedar melepas hasrat berbungkus rindu
Biar terpuaskan dahaga ini akan hadirmu

Aku kangen kamu
Pada sorot tajam matamu
Yang melesat menghantam dinding waktu dan menghancurkan tembok keangkuhan
Dan menyulut asa yang nyaris padam
Demi nyalakan pelita di sudut jiwa yang kelam
Biar kutegak dan kokoh menggenggam harapan

Aku kangen kamu
Pada kikik dan senyum nakal
Pada canda dan ujaran binal
Pada jelajah angan liar
Yang membujukku tertawa lepas tanpa batas
Dan membuaiku akan imaji selintas

Aku kangen kamu
Pada fajar menjelang yang memberi kita ruang untuk berkencan
Pada kabut remang yang mengintip dari rerimbunan bunga di taman
Pada kodok di selokan yang tak berhenti berdengkung seolah kita ini berkawan
Pada kicau sepasang emprit yang mengejek kita tentang kebersamaan
Bahwa di pagi itu dua hati bercengkrama dalam rentang jarak dan masa

Aku kangen kamu
Pada Skype dan YM yang tanpa lelah berperan sebagi mak comblang
Pada facebook dan MSN yang tak pernah nyinyir meski kita menitip sejuta pesan
Pada Gmail dan Yahoo yang tak pernah putus asa menjadi kurir asmara
Dan pada data internet yang sering memboikot perjumpaan kita
Gegara kita kehabisan pulsa

Aku kangen kamu
#ldrmemory

Surabaya, Mei 2017

Rabu, 08 April 2015

LOVE IN THE FIRST SIGHT (LITFS)

Do you beleive it? Well, itu sangat mungkin terjadi. Ada banyak dalam kehidupan nyata dan bahkan lebih banyak lagi dalam drama, lengkap dengan bumbu-bumbunya yang semakin membuat seolah-olah hal tersebut adalah sesuatu yang magical.
Dalam kehidupan nyata yang berhubungan langsung denganku aku tidak punya pengalaman seperti itu. Dalam drama atau film? Banyak sekali referensinya. Salah satunya adalah The Heir. K-Drama populer yang direlease akhir tahun 2013, yang berhasil memaksaku untuk melihatnya lebih dari lima kali dalam setahun karena aku gagal MOVE ON. LOL.... benar, hal seperti itu terjadi padaku.

Drama ini berkisah tentang seorang pewaris kaya Korea yang jatuh cinta dengan anak pembantu di rumahnya. Hmmm, sebenarnya temanya klise sih. Just another version of Cinderella Story. Tapi karena kemasannya yang menurutku berbeda dan didukung oleh aktor dan aktris Korea yang notabene adalah favoritku, so... aku memujanya setengah mati. :P
Bagaimana kisah cinta  itu bisa kuanggap sebagai LITFS? Dari sinilah hal tersebut dimulai.


Kurasa saat itulah Kim Tan mengalami LITFS-nya. Matanya yang tajam menangkap sosok Cha Eun Sang yang kebingungan bercampur marah dari luar cafe tempatnya nongkrong. Mungkin karena wajah gadis  tersebut yang khas Asia sehingga membuatnya tampak berbeda di antara wajah-wajah bule disekitarnya dan membuat Kim Tan tertarik untuk memperhatikannya. Atau karena ekspresi kemarahan yang diperlihatkan oleh Cha Eun Sang yang membuatnya penasaran. Yang jelas ia terpaku pada gadis itu sejak sosoknya tertangkap oleh matanya.
Aku suka banget nih dengan tatapan Kim Tan yang ini. Maut kan?



Setelah beberapa kejadian dramatis yang harus di alami oleh Cha Eun Sang karena ia harus bertengkar hebat dengan kakaknya di hari pertama kunjungannya ke Amerika, di tambah dengan tepung kacang buatan ibunya yang dirampas oleh teman Kim Tan karena disangkanya narkoba yang akhirnya membuat Cha Eun Sang harus berurusan dengan polisi dan harus diselamatkan oleh Kim Tan dan yang terakhir adalah Cha Eun Sang terlunta-lunta karena tidak mempunyai tempat bermalam dan lagi-lagi yang menjadi penyelamatnya adalah Kim Tan.
Rentetan kejadian tersebut aku akan menyebutnya TAKDIR. Takdir mengikat nasib Kim Tan dan Cha Eun Sang sehingga keduanya harus selalu berurusan satu sama lain. Dan takdir tersebut mempertegas Love in The First Sight disaat sekali lagi Kim Tan terpesona oleh Cha Eun Sang yang sederhana.


Kim Tan benar-benar terperangah dan terpukau oleh sosok Cha Eun Sang



Dan sejak itulah ikatan takdir itu semakin kuat dan tak terlepas. Kim Tan selalu mencari cara untuk membuat agar Cha Eun Sang tetap berada di sisinya bahkan dengan cara yang tak masuk akal sekalipun.
Seperti ini ,


Mengajak Cha Eun Sang ke sekolahnya dengan berbagai alasan supaya gadis itu berada disisinya lebih lama.
Menyeretnya dalam petualangan mendebarkan saat harus dikejar-kejar oleh preman Amerika.


Bahkan menyembunyikan koper Eun Sang dikamarnya supaya gadis itu tidak pergi.


Aku pikir itulah jerat takdir yang diawali dari Love in The First Sight. Meskipun kelanjutan dari drama ini penuh dengan kisah tragis dan memilukan karena perbedaan status sosial mereka toh akhirnya takdir tetap mempersatukan nasib mereka dalam ikatan cinta, meskipun endingnya sedikit menggantung karena banyak kemungkinan kemungkinan baik dan buruk yang bisa saja terjadi pada masa depan keduanya.

Dalam kehidupan nyata, jujur aku ingin punya pengalaman LITFS. Hehehe.... keinginan bukan sebuah dosa kan? Bagi jomblowati macam diriku berandai-andai tentang cinta pada pandangan pertama tentu bukanlah masalah. Apalagi yang bisa dilakukan selain mengkhayal? LOL...
Dalam imajinasiku kerap kali aku berharap bertemu dengan seseorang yang bisa memberikan kesan mendalam dalam sebuah pertemuan yang tak sengaja. Di bandara misalnya. Saat aku harus dinas ke luar kota atau luar pulau. Berharap bahwa ada jelmaan Ryan Reynolds-cowok idamannya jadul ya, he..he- tiba tiba saja menabrakku saat antri boarding pas dan membuat barang bawaanku berantakan. Dan ketika dengan gentle-nya dia menolongku membereskan barang-barang yang berserakan itu, saat itulah kami saling terpana satu sama lain hingga seolah-olah waktu berhenti sesaat. Hi..hi..hi, lebayyyyyy.....
Atau saat di dalam pesawat ternyata pemilik seat di sebelahku merupakan reinkarnasi Hugh Jackman -tetep aja cowok jadul- dan karena sabuk pengamanku macet aku meminta bantuannya untuk membantuku melepaskan lalu saat itulah kami saling bertatapan dan menyadari seolah-olah kami ditakdirkan bertemu hari itu. Bhahahaha..... :D

            Tetapi rupanya LITFS belumlah menjadi takdirku. Karena sepertinya aku ini termasuk orang yang susah jatuh cinta. Jangankan pada pandangan pertama, yang sudah dipandang berkali-kali pun tidak ada efeknya. LOL....

Anyway, mau Love in The First Sight ataupun Love after Thousand Sight aku hanya berharap bahwa kelak bila aku masih diberi kesempatan untuk kembali menggenggam cinta itu adalah cinta yang sesungguhnya dan benar. Cinta yang benar-benar cinta, saling menghargai dan mendukung satu sama lain. 

Senin, 06 April 2015

YOUR SMILE KILLS ME

Sebenarnya bagaimana sebuah senyuman bisa mematikan? Dan seperti apakah senyum yang mematikan itu? Well, saya pikir ini hal yang relatif di mana masing-masing orang mempunyai pendapat dan kriterianya masing. Kalau menurutku senyum mematikan itu adalah senyuman Timothy Nugroho. Cieeee...yang lagi terpesona sama Timothy. Semua hal pasti di kaitkan dengan sosoknya. Sayangnya aku nggak punya fotonya :( Padahal udah di bela belain menggoogle namanya berharap akan menemukan akun face booknya atau sosmednya yang lain. Tapi yang kudapatkan hanya foto candid yang tidak begitu jelas dan meskipun dalam foto itu dia sedang tersenyum (atau tertawa yah..) hal itu sama sekali tidak bisa memuaskan dahagaku akan aura kedamaian senyumnya. Whuek... lama-lama aku eneg sendiri sama pendeskripsian kata-kataku.
OK...stop for Timothy Nugroho for now. Berhubung aku nggak punya fotonya aku, akan mencoba memberikan contoh lain seperti apa senyum yang mematikan menurut pendapatku.

                                                                   sumber gambar : internet

Tebak siapa dia?
Yups.... Ben Barnes. Menurutku senyumnya mematikan. Diawali dari kehebatannya dalam Prince of Kaspian yang langsung membuatku penasaran untuk berburu filmnya dan akhirnya aku menemukan Dorian Gray. Uh, keren abis deh. Aku sampai terbunuh berkali-kali. LOL... Sebenarnya yang paling membunuhku dari senyumannya adalah dagu belahnya. Alamak... seperti accessories yang sengaja di rancang untuknya. Cute begete. 

                                                                 sumber gambar : internet
Dan pemilik senyum mematikan berikutnya menurutku adalah Orlando Bloom. Aku begitu tergila-gila dengan perannya sebagai Legolas dalam Lord of The Ring. Menurutku nih senyumnya misterius dan kharismatik. Kebayang nggak sih jalan-jalan di hutan terus kesasar tahu tahu ketemu peri super ganteng menenteng panah siap menjadi penyelamatmu. Lalu tiba-tiba sang peri tersenyum dan tiba tiba kau merasa sesak napas.  Bukan disebabkan oleh panahnya yang tiba tiba melesat menembus dadamu tapi karena senyumnya yang berbahaya dan menawarkan petualangan mendebarkan. Wah....aku benar-benar tercekik membayangkannya.

                                                            sumber gambar : internet

Yang satu ini kesan 'bad boy' nya kuat banget. Dengan penampilan super macho dan cuek beibeh. .. malah semakin membuat cewek-cewek terkiwir-kiwir. Salah satunya adalah aku. Hehehe...maksudku dulu waktu masih seumuran my twins. Tapi nggak juga. Sekarangpun aku masih jadi penggemar bad boy -hah, ngaku juga akhirnya- Dan menurutku bad boy yang punya senyuman maut adalah Taylor Lautner. Ketika dia menarik sedikit saja sudut bibirnya ke atas langsung deh klepek klepek kayak ayam di sembelih. Meskipun beresiko bisa menghancur leburkan hati dan perasaan tetap saja senyuman bad boy yang satu ini make a sense for me.